Tahun lalu, sebuah skenario penyelamatan nasib angkutan umum massal di Kota Solo mencuat. Pemerintah pusat menyiapkan mekanisme subsidi melalui skema pembelian layanan (buy the service) bus Batik Solo Trans (BST), guna mengoptimalkan operasional moda transportasi tersebut.
Hampir setahun berselang, skenario buy the service itu siap direalisasikan pemerintah pusat. Secara umum, anggaran subsidi akan diberikan sebagai pengganti sejumlah komponen biaya operasional yang selama ini menjadi tanggung jawab operator BST. Mulai gaji kru, pembelian bahan bakar minyak (BBM), maupun biaya perawatan kendaraan.
“Skema ini akan direalisasikan di Solo pada 2020 karena sudah disiapkan mulai 2019,” tegas Kasubdit Angkutan Perkotaan Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Wahyu Hapsoro, usai rapat koordinasi pembahasan buy the service BST di Loji Gandrung, baru-baru ini.
Besaran subsidi, imbuh Wahyu, memang belum bisa ditentukan saat ini. Sebab Kemenhub masih menghitung proporsi pembagian dana bagi pelaksanaan program itu di Solo dan empat wilayah lain. Yaitu Medan, Palembang, Denpasar dan sekitarnya, serta Sorong.
Namun jika dikalkulasi, tersedia anggaran tak kurang Rp 250 miliar guna merealisasikan buy the service angkutan umum massal di seluruh wilayah tersebut sepanjang 2020. Tentu saja termasuk layanan BST di dalamnya.
“Yang jelas target buy the service ini adalah perpindahan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum, kemudian pengurangan kepadatan lalu lintas, serta mengurangi buruknya kualitas udara,” jelas Wahyu.
Diantara sekian target tersebut, bergantinya pilihan masyarakat dari kendaraan pribadi ke moda transportasi massal jelas menjadi tujuan utama buy the service BST. Tak heran sejumlah standar operasional prosedur (SOP) baru pun disiapkan Kemenhub untuk diterapkan operator angkutan.
Yang paling kentara adalah penyesuaian rute BST Koridor 1, yang melayani penumpang di trayek Terminal Palur-Terminal Kartasura-Bandara Solo Adi Soemarmo PP. Saat ini 15 bus berukuran sedang yang dioperasikan PT Bengawan Solo Trans di jalur tersebut harus berputar ke wilayah selatan Kota Bengawan, melalui Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Bhayangkara saat melaju dari Terminal Palur menuju Terminal Kartasura.
Konsekuensinya, waktu tempuh bus menjadi berlipat dibanding BST Koridor 1 yang melaju dari arah sebaliknya. Sebab di Jalan Slamet Riyadi saat ini berlaku arus searah, mulai persimpangan Gendengan hingga Gladag.
“Tapi nantinya BST Koridor 1 bisa lewat Jalan Slamet Riyadi, dari Gladag langsung ke arah barat. Ini dimaksudkan agar calon penumpang tidak perlu memutar ke wilayah selatan,” terang Wali Kota FX Hadi Rudyatmo.
Rute baru itu mensyaratkan BST harus melawan arus kendaraan (contra flow) yang berlaku searah di ruas jalan utama Kota Solo tersebut. Keistimewaan bagi BST itu sengaja disiapkan Kemenhub, sebagai pelayanan ekstra bagi mereka yang memilih layanan transportasi massal.
“Jadi masyarakat yang ingin pergi ke Purwosari dari Gladag, bisa memilih BST karena waktu tempuhnya lebih singkat. Tidak perlu lagi naik kendaraan pribadi. Dampak lebih jauh, perekonomian di sisi selatan Jalan Slamet Riyadi juga bisa lebih hidup.”
Rencana pemberlakuan rute baru BST Koridor 1 itupun ditindaklanjuti Pemkot, Senin (3/2). Dengan pengawalan kendaraan voorijder, dua bus berukuran besar mencoba berjalan nrabas di Jalan Slamet Riyadi dari Gladag hingga persimpangan Gendengan.
“Kami memang melakukan uji coba itu dua kali. Pertama untuk mengetahui kelayakan bus besar berjalan contra flow seperti permintaan Kemenhub, kedua untuk memastikan batas maksimal kecepatan bus yakni 30 km/jam,” beber Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Hari Prihatno, usai uji coba.
Penjelasan Hari tersebut, ikut menambah daftar prosedur anyar bagi operasional Koridor 1 BST ke depan. Yakni penggunaan bus berukuran besar, yang akan menggantikan bus berukuran sedang yang saat ini dioperasikan di jalur tersebut. “Bus yang digunakan tadi berkapasitas 50 penumpang. Baik duduk maupun berdiri,” katanya.
Hasil uji coba tersebut, menurut Hari akan dianalisa lebih jauh dan dikoordinasikan dengan Kemenhub. Meski demikian, skenario buy the service dipastikan belum berubah. Yakni diterapkan terhadap layanan Koridor 1, 2 dan 3 BST.
“Tapi untuk Koridor 2 dan Koridor 3 tidak ada penyesuaian rute maupun armada, sehingga yang kami uji coba hanya Koridor 1 BST,” tegas Hari.
Kini Pemkot tinggal menunggu selesainya persiapan penerapan buy the service tersebut. Apalagi dalam rapat koordinasi di Loji Gandrung, Wahyu menyatakan bahwa Kemenhub sudah melangkah ke persiapan-persiapan teknis, seperti lelang penunjukkan badan pengelola serta operator BST.
“Prinsipnya kami siap dan menunggu kejelasan dari Kemenhub, kapan buy the service akan dijalankan. Infrastruktur-infrastruktur pendukung, seperti selter BST, akan ditambah di sisi selatan Jalan Slamet Riyadi bilamana dibutuhkan,” tandas Hari. (**)