Musim mudik Lebaran 2020 jelas terasa berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Momentum istimewa bagi rakyat Indonesia untuk berkumpul bersama keluarga dan menikmati suasana Hari Raya Idul Fitri tahun ini, bakal dipenuhi suasana keprihatinan.
Mewabahnya virus corona (Covid-19) menjadi pemicu utama. Cepatnya penularan virus tersebut menjadikan pemerintah pusat berhati-hati, dalam menyikapi ritual tahunan ini. Salah sedikit, bisa dipastikan jutaan rakyat Indonesia akan pulang ke kampung halaman masing-masing, dan berpotensi menyebarkan Covid-19 kepada sanak keluarga.
Untuk itulah jauh-jauh hari pemerintah pusat telah mengimbau pemudik, untuk membatalkan niat mereka berlebaran di tanah kelahiran. Pemprov Jateng pun meminta hal serupa, yakni diam di rumah saja. Tersurat, anjuran itu merupakan tindak lanjut atas kebijakan physical distancing yang diterbitkan sejak pertengahan Maret.
Sayang, imbauan itu tak sepenuhnya ditaati warga. Kedatangan pemudik mulai terjadi di beberapa kabupaten tetangga Kota Solo, baik mereka yang menumpang kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Dalam beberapa hari ke depan, fenomena itupun dipastikan terulang di Kota Bengawan.
“Kami kesulitan melarang warga untuk mudik, karena itu hak mereka. Hanya sebatas mengimbau, alangkah baiknya jika mudik ditunda dulu sampai keadaan membaik,” aku Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo.
Namun Pemkot sepenuhnya juga sadar, imbauan itu tidak akan sepenuhnya ditaati para perantau. Tak ingin kecolongan, sejumlah strategi pun disusun agar penanganan-penanganan wabah Covid-19 tak berantakan akibat kepulangan pemudik tersebut.
“Kami sudah menyiapkan tempat untuk mengkarantina pemudik yang datang zona merah persebaran Covid-19. Mereka yang tiba di stasiun, bandara atau terminal, akan diantarkan petugas ke tempat karantina di Grha Wisata Niaga,” ungkap Wali Kota.
Selama 14 hari, para pemudik yang tiba di lokasi-lokasi pemberhentian transportasi massal itu dipersilakan menjalani program pemeriksaan kesehatan dan program lain selama berlangsungnya karantina. Jika dinyatakan sehat usai melalui pemeriksaan kesehatan, maka pemudik diizinkan meninggalkan lokasi dan menuju rumah masing-masing.
“Kalau kondisinya memburuk akan langsung dirujuk ke rumah sakit.”
Menurut Wali Kota dengan sapaan akrab Rudy ini, karantina bagi pemudik tersebut dimaksudkan agar mereka tidak langsung bertemu keluarga di Kota Bengawan. Betapapun mereka dianggap berpotensi menyebarkan virus tersebut, lantaran tiba dari wilayah sumber persebaran corona.
“Pemkot akan bekerjasama dengan pengelola terminal, stasiun dan bandara, untuk menjalankan program ini. Petugas akan disiagakan di pintu kedatangan penumpang,” tandas Rudy.
Pemudik berkendaraan pribadi pun tak luput dari antisipasi Pemkot. “Ini sebenarnya lebih sulit. Tapi kami mencoba memperkuat jejaring di tingkat RT/RW, untuk memantau keberadaan mereka. Camat-camat akan kami kumpulkan supaya menyampaikan kepada lurah. Lurah menyampaikan kepada ketua RT/RW. Begitu ada pendatang mohon untuk didata, termasuk pemudik atau pendatang yang baru tiba dari zona merah,” tegas orang nomor satu di Kota Solo ini.
Jika diperlukan, proses karantina bagi pemudik dan warga ber-KTP Surakarta pun telah disiapkan para pengambil kebijakan. Ndalem Joyokusuman dan Ndalem Priyosuhartan (rumah eks Irjen Djoko Susilo di Sondakan) dipilih guna merawat warga Solo yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP). Khususnya mereka yang termasuk kategori warga miskin dan rentan miskin.
“Kami akan menyuplai logistik dan menyiapkan tenaga medis di sana. Untuk menunjang aktivitas warga selama karantina, pelatih olahraga, guru tari dan sebagainya juga akan disediakan,” beber Wali Kota.
Karantina itu, ditandaskan Wali Kota, bukan berarti pelarangan pemudik. Pemkot hanya ingin berhati-hati, agar penyebaran corona di Solo bisa ditekan seminimal mungkin. Apalagi sejauh ini pemberlakuan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Corona sudah membuahkan beberapa hasil positif.
“Saat ini lokasi-lokasi karantina itu sedang disiapkan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Anggarannya kami usahakan cukup selama tiga bulan ke depan.”
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surakarta juga sudah membentuk posko terpadu, guna menjawab pertanyaan apapun terkait penanganan wabah tersebut. Posko itu beroperasi 24 jam.
“Posko itu diperlukan untuk mengantisipasi informasi-informasi yang belum jelas kebenarannya, tapi terlanjur beredar di masyarakat. Misalnya ada warga yang meninggal, lalu tetangga-tetangganya khawatir apakah warga tersebut terjangkit corona. Petugas poskolah yang akan menangani hal itu, termasuk apabila mereka meminta jenazah ditangani sesuai standar penanganan Covid-19,” urai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surakarta, Ahyani. (**)