Perbaikan kerusakan itu kini telah tuntas. Kontraktor pelaksana proyek sudah bertanggungjawab mengganti kerusakan batu alam tersebut, karena masa pemeliharaan proyek baru berakhir Juni 2019.
Catatan akan kerusakan itupun menjadi bahan evaluasi Pemkot Surakarta. Tak ingin mengulangi hal serupa, Pemkot pun memikirkan alternatif lain agar batu andesit yang terpasang di koridor budaya tersebut lebih awet.
“Kami sudah memikirkan teknik berbeda, dalam pengerjaan penataan koridor Jenderal Sudirman tahap kedua. Nantinya akan digunakan agregat kasar berupa abu batu. Beda dengan tahap pertama yang memakai agregat halus yang terdiri dari campuran pasir, semen dan air,” ungkap Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Arif Nurhadi.
Dalam pengertian umum, agregat adalah bahan campuran beton yang digunakan dalam sebuah konstruksi. Perubahan agregat yang didasari pertimbangan teknis ini diyakini Pemkot, mampu berdampak positif bagi kelangsungan umur batu andesit di atas lapisan beton tersebut.
Betapapun, batu andesit adalah penanda utama koridor Jenderal Sudirman, yang disiapkan Pemkot sebagai koridor budaya di pusat kota. Jika rusak, maka dipastikan estetika kawasan kota lama itu bakal terdegradasi.
“Agregat kasar ini akan saling mengikat, tidak mudah bergeser atau istilahnya mbleyat-mbleyot jika mendapat tekanan. Apalagi jika melihat tahap pertama, lapisan cor beton belum cukup umur sudah ditimpa batu andesit. Jadi mudah rusak dan permukaannya tidak rata.”
Sebaliknya, Arif optimistis jika penggunaan pasir buatan yang terbuat dari pecahan batu kerikil ini, bisa berbuah manis terhadap hasil akhir penataan koridor Jenderal Sudirman. “Gesekan dengan roda kendaraan bisa diredam. Sebab landasannya tidak mudah bergeser dan lebih lentur,” tegas dia.
Yusak Tarigan selaku pelaksana proyek penataan tahap kedua koridor tersebut membenarkan pernyataan Arif. “Abu batu lebih elastis dibanding agregat halus. Material ini juga akan mendukung karakteristik beton yang memiliki kecenderungan kembang susut. Maksudnya akan mengembang jika terkena panas dan menyusut dalam suhu udara dingin,” paparnya.
Berbentuk mirip pasir, abu batu tersebut nantinya akan dituangkan sebagai lapisan bawah koridor. “Kami gunakan sebagai bantalan, kemudian atasnya dipasang andesit.”
Standar penghitungan teknis tertentu pun digunakan, agar hasil pemasangan andesit lebih maksimal. “abu batu akan dipadatkan terlebih dahulu hingga settle. Ketebalan abu batu itu akan berkisar 7 cm,” kata Yusak.
Kini publik tinggal menanti sentuhan para ahli konstruksi itu hingga 1,5 bulan mendatang. Terhitung sejak 5 Juli, penataan tahap kedua koridor Jenderal Sudirman sudah dimulai kontraktor pemenang lelang.
Jangka waktu 1,5 bulan itu dibutuhkan kontraktor, guna menyelesaikan sebagian pekerjaan. “Mulai bagian tengah ruas Jalan Jenderal Sudirman hingga sisi timur. Sementara sisi barat Jalan Jenderal Sudirman akan dikerjakan sesudahnya. Kami punya waktu untuk menyelesaikan proyek ini hingga Oktober,” terang Yusak.
Manajemen rekayasa lalu-lintas pun sudah diterapkan Pemkot, dengan menutup akses pengendara untuk melintasi persimpangan Bank Indonesia dari arah timur menuju barat, utara dan selatan. Selama 1,5 bulan, seluruh pengendara diwajibkan mengakses ruas jalan lain di sekitar lokasi proyek, agar penataan berjalan tanpa terhambat lalu-lalang kendaraan.
“Kami akan berusaha secepatnya dan melakukan percepatan. Waktu 1,5 bulan kami kira cukup, untuk menyelesaikan penataan sisi tengah dan timur. Bahkan pengerjaan bisa saja berlangsung lebih singkat, karena kami juga berencana mengerjakan proyek hingga malam hari,” tandas Yusak. (**)