Bangunan di sisi selatan Terminal Tirtonadi itu nampak mencolok. Atap yang didominasi warna biru serta dinding kaca aneka warna jelas mampu menarik perhatian para pengguna Jalan Ahmad Yani.
Letaknya pun strategis. Yakni di tepi ruas jalan provinsi dan kawasan Tirtonadi yang belum lama ditata Pemkot Surakarta dan pemerintah pusat.
Itulah Papan Kawruh Tirta. Dari namanya sudah bisa ditebak, bangunan tersebut adalah tempat belajar mengenai air. Namun di sini, pengertian air adalah drainase dan sungai yang mengaliri Kota Solo.
Usai diresmikan operasionalnya oleh Wali Kota FX Hadi Rudyatmo, Jumat (15/11), Papan Kawruh Tirta sudah dibuka untuk umum. Dibangun secara bertahap sejak 2016, bangunan yang semula bernama Galeri Sungai itu kini siap menerima kunjungan masyarakat.
Namun Pemkot mewanti-wanti, pengunjung tidak boleh sembarangan di lokasi tersebut. “Papan Kawruh Tirta itu bukan tempat piknik, melainkan lokasi untuk belajar bersama tentang drainase di Kota Solo. Jadi tidak sembarang pengunjung bisa masuk ke sana, karena sebenarnya Papan Kawruh Tirta adalah kantor,” tegas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Endah Sitaresmi Suryandari.
Sekilas, mungkin pesan itu berlebihan. Namun manakala ditelisik lebih jauh, pembatasan pengunjung itu beralasan kuat.
Di dalam Papan Kawruh Tirta terdapat sejumlah benda vital. Salah satunya adalah pengendali pintu air di Bendung Tirtonadi, yang baru dibangun pemerintah pusat pada tahun lalu. Alat yang berfungsi untuk membuka dan menutup pintu bendung itu dilindungi kaca tebal, namun bisa dilihat jelas oleh siapapun yang memasuki Papan Kawruh Tirta.
Selain itu, bangunan tersebut juga terhubung dengan menara di sisi utara bendung melalui sebuah jembatan. “Jembatan ini juga bukan akses untuk umum. Sebab digunakan untuk jalur inspeksi dan pemantauan. Jadi harap maklum jika kami tidak mengizinkan semua orang memasuki Papan Kawruh Tirta, karena ini bukan tempat piknik. Apalagi Bendung Tirtonadi adalah salah satu pengendali ketinggian air di Kali Pepe yang mengalir di tengah Kota Solo.”
Lantas, siapa saja yang diizinkan mengakses bagian dalam Papan Kawruh Tirta? Sita menyebut, mereka yang berkepentingan terkait kegiatan akademik dipersilakan memasuki bangunan tersebut. “Kalau hanya ingin melihat-lihat lanskap atau selfie tetap diizinkan, tapi hanya sampai halaman depan Papan Kawruh Tirta. Ada petugas keamanan yang menjaga Papan Kawruh Tirta selama 24 jam. Baik untuk mengantisipasi kerusakan bangunan atau vandalisme,” tegas Sita.
Sebaliknya, Pemkot membuka pintu Papan Kawruh Tirta selebar-lebarnya bagi para civitas akademika, peneliti, atau siswa-siswi yang hendak belajar di luar kelas (outing class). “Silakan mendaftar kepada petugas sekretariat, jika ingin memakai tempat itu sebagai lokasi kuliah umum, diskusi atau study tour. Pengunjung perorangan pun tetap dipersilakan masuk, asal bisa menyampaikan tujuan mereka dengan jelas kepada petugas,” papar Sita.
Beberapa ruangan, meja, kursi, serta papan proyektor seolah mengamini kebijakan Pemkot, terkait pembatasan pengunjung Papan Kawruh Tirta tersebut. Apalagi di beberapa sudut, sudah terpampang informasi seperti masterplan penataan drainase Kota Solo, atau foto-foto terkait sejumlah sungai di Kota Bengawan.
“Jadi prinsipnya, Papan Kawruh Tirta adalah pusat pembelajaran bagi mereka yang ingin mendalami drainase, sungai dan sumber daya air lainnya. Kami telah menjalin kerjasama dengan komunitas sungai, sekolah sungai, SAR, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta universitas. Sampai sekarang kerjasama pemanfaatan Papan Kawruh Tirta sudah berjalan dengan Universitas Sebelas Maret (UNS), dan kami sedang menawarkan kerjasama serupa kepada kampus-kampus lain,” beber Sita.
Ia pun berjanji, untuk melengkapi piranti-piranti pendukung studi di bangunan tersebut. “Pelan-pelan nanti kami lengkapi sarana dan prasarananya. Sekarang memang masih terbatas.”
Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo berharap, Papan Kawruh Tirta bisa menjadi pusat edukasi air dan sungai terlengkap. Sebab sejarah air dan sungai di Kota Bengawan sejatinya beragam, namun belum banyak diketahui khalayak.
“Banyak hal yang sebenarnya bisa dipelajari oleh masyarakat. Meskipun yang terpenting adalah masyarakat bisa menjaga dan merawatnya,” tandas Wali Kota.
Orang nomor satu di Pemkot ini juga menerangkan, keberadaan Papan Kawruh Tirta bisa melengkapi penataan kawasan segitiga Gilingan, Manahan dan Nusukan. Apalagi sebelumnya di kawasan tersebut sudah terdapat Bendung Karet Tirtonadi dan Jembatan Keris. (**)