Kemudahan, kecepatan, keterjangkauan, keterbukaan, keamanan dan kenyamanan menjadi prinsip-prinsip dasar dalam penyelenggaran pelayanan publik oleh pemerintah. Betapapun, setiap warga negara berhak mendapatkan akses yang sama terhadap seluruh pelayanan pemerintah, tanpa harus mengalami perlakuan berbeda berdasarkan ketidaksamaan suku, agama, ras, tingkat ekonomi, maupun kondisi fisik.
Pemkot Surakarta pun sejak lama telah mengakomodasi prinsip-prinsip tersebut. Berbagai inovasi terus dikembangkan, demi mewujudkan pelayanan publik yang kian prima.
Usai mengintegrasikan berbagai pelayanan pengurusan perizinan/nonperizinan dalam sistem pelayanan “satu atap” (kemudian menyederhanakannya menjadi sistem “satu pintu”) serta menggunakan teknologi internet, kini Pemkot kembali merancang terobosan lain dalam bentuk Mal Pelayanan Publik (MPP).
“Sekilas, MPP ini adalah model pelayanan satu atap yang pernah kami selenggarakan sebelum disederhanakan menjadi pelayanan satu pintu. Hanya saja MPP mengakomodasi pelayanan perizinan/nonperizinan yang lebih luas, yang selama ini diselenggarakan instansi vertikal di luar Pemkot. Misalnya pelayanan SKCK yang menjadi wewenang kepolisian, pembayaran iuran BPJS, pelayanan STNK oleh Samsat, pembayaran pajak dan sebagainya,” urai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Toto Amanto.
Merujuk pengalaman Pemkot, pengalaman menyatukan pemrosesan pengajuan permohonan puluhan izin di DPMPTSP memang menjadikan pelayanan lebih efisien bagi masyarakat. Mereka tidak perlu ribet ke sana ke mari, hanya untuk mengurus izin yang dibutuhkan.
Semangat inilah yang kemudian diusung Pemkot dalam mendirikan MPP. “MPP ini memang ingin memberi kemudahan, kecepatan, akses yang lebih luas, hingga kenyamanan kepada masyarakat dalam mendapatkan pelayanan. Juga meningkatkan daya saing global dalam memberikan kemudahan berusaha di Indonesia. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 23 Tahun 2017 sudah mengatur itu.”
Eks Gedung Bank Danamon di kompleks Benteng Vastenburg, lantas dipilih Pemkot untuk merealisasikan pendirian MPP. Bangunan yang telah dihibahkan pengelolaannya dari manajemen bank kepada Pemkot pada April 2019 itu dinilai layak menjadi mal, lantaran berlokasi di pusat kota dan mudah diakses dari mana-mana.
“Saat ini kami sedang mematangkan pembahasannya. Sesudah selesai dibahas, akan disusun detail engineering design (DED) dan menyiapkan kebutuhan lain. Seperti integrasi teknologi informasi (TI) maupun sarana prasarananya (sarpras),” ungkap Toto.
Salah satu poin penting yang tengah dibahas tersebut yakni jumlah pelayanan publik yang akan diselenggarakan MPP. Toto mengaku, Pemkot harus memilah dan memilih jenis pelayanan tersebut lantaran keterbatasan infrastruktur bangunan.
“Kapasitas gedung relatif terbatas. Kalau seluruh loket pelayanan dibuka di lantai satu, otomatis ruangannya tidak cukup. Tapi disebar ke lantai lain malah menyulitkan sebagian pemohon, terutama penyandang disabilitas atau lansia. Kalau sudah begitu, jelas MPP tidak akan nyaman lagi buat mereka,” tegas Toto.
Tapi yang jelas, pelayanan publik yang paling banyak diakses warga dan menjadi urusan Pemkot tetap menjadi prioritas untuk loket-loket MPP. “Terutama layanan perizinan serta administrasi kependudukan (adminduk). Sisanya mungkin pelayanan dari instansi di luar Pemkot, yang juga banyak diminati masyarakat.”
Wali Kota FX Hadi Rudyatmo menyatakan, MPP merupakan salah satu rancangan inovasi terbaru Pemkot dalam bidang pelayanan publik. Bagi orang nomor satu di jajaran Pemkot ini, inovasi pelayanan publik merupakan hal yang mutlak. Apalagi pada 7 Oktober, Pemkot baru dianugerahi penghargaan Innovative Government Award (IGA) 2019 dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“MPP diharapkan beroperasi mulai 2020. Bisa mulai pertengahan tahun atau Agustus. Pelayanannya apa saja? Pokoknya komplet. Mulai SIM, imigrasi dan pelayanan-pelayanan publik lainnya,” terang Wali Kota.