Revitalisasi Dalem Joyokusuman memang rumit. Bangunan seluas 8.253 meter persegi yang dihibahkan Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Pemkot Surakarta pada 2016 tersebut, hingga kini belum juga selesai direvitalisasi.
Niat Pemkot menjadikan rumah yang didirikan pada 1939 itu sebagai pusat pengembangan budaya, pusat studi arsitektur Jawa serta destinasi wisata edukasi, memang diimbangi dengan revitalisasi bertahap sejak 2016. Kini, revitalisasi itu memasuki tahun ketiga dengan fokus penataan di lahan parkir, drainase, serta renovasi ruang seni budaya di halaman depan.
Anggaran sekitar Rp 17 miliar telah dialokasikan guna merestorasi Dalem Joyokusuman. Itupun masih menyisakan sejumlah pekerjaan lain, seperti penataan koridor dan pembangunan gedung teater, yang masih menunggu kejelasan dana dari APBD maupun APBN.
Jika menilik besarnya anggaran revitalisasi sejauh ini, bisa jadi publik membayangkan kebutuhan dana pemeliharaan Dalem Joyokusuman yang tak kalah besar. Apalagi jika berkesempatan melongok bangunan di balik gerbang dan pagar tembok utama, mereka dipastikan terpana tatkala menyaksikan Dalem Joyokusuman kini telah berubah 180 derajat.
Di sana-sini terpampang bangunan kokoh berarsitektur Jawa, gapura-gapura nan eksotis, hingga halaman lapang yang bersih dan relatif terawat. “Aset ini memang sangat luar biasa untuk dimanfaatkan masyarakat. Paling tidak seminggu sekali harus ditengok, supaya tidak kelihatan kotor,” tegas Wali Kota FX Hadi Rudyatmo.
Wali Kota pun mengamini, butuh biaya tidak sedikit demi mempertahankan hasil revitalisasi selama tiga tahun tersebut.“Kami pun ingin agar bangunan ini terus terawat.”
Terlebih jika menilik aspek pemeliharaan, selama ini anggaran perawatan terbilang sangat minim.
“Kami hanya mengalokasikan anggaran gaji bagi dua tenaga kontrak dengan perjanjian kerja (TKPK). Mereka bertugas menjaga kebersihan dan keamanan Dalem Joyokusuman. Sejauh ini belum ada kerusakan bagian bangunan yang sudah direvitalisasi, karena memang belum lama selesai dikerjakan,” ungkap Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Enike Novida Andraini.
Sadar akan keterbatasan kas daerah, Pemkot lantas memutar otak. Opsi pengelolaan Dalem Joyokusuman di bawah badan layanan umum daerah (BLUD) dinilai realistis, demi menjaga kelestarian cagar budaya tersebut. Singkatnya, BLUD baru itu diharapkan mampu mengembangkan potensi-potensi pariwisata Ndalem Joyokusuman, sekaligus memelihara bangunan bersejarah tersebut.
Wali Kota mengklaim, pengelolaan Dalem Joyokusuman oleh BLUD bisa memberikan keleluasaan bagi optimalisasi potensi pariwisata di kompleks bangunan kuno tersebut. “Jadi anggaran pemeliharaan dari APBD sifatnya hanya sementara saja. Kalau sudah bisa mandiri, biar BLUD mengatur sendiri keuangannya. Langkah awal, paling tidak ada promosi untuk masyarakat, bisa lewat media sosial atau lainnya.”
Pemkot bahkan berangan-angan, Dalem Joyokusuman yang nantinya berganti nama menjadi Joyokusuman Cultural Centre itu tak hanya dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan kesenian tradisional Jawa. Melainkan juga destinasi wisata dan homestay. Wali Kota yang biasa disapa Rudy ini menyebut, para wisatawan nantinya bisa menginap di homestay yang tersedia di bagian belakang, belajar seni tradisional seperti karawitan, sekaligus menikmati keindahan Dalem Joyokusuman.
“BLUD itu lebih luwes menjalin kerjasama dengan pihak ketiga, dibanding unit pelaksana teknis (UPT) atau organisasi perangkat daerah (OPD). Jadi nantinya dimungkinkan mendapatkan anggaran sendiri di luar APBD,” kata Rudy, demikian orang nomor satu di Kota Bengawan ini akrab disapa warganya.
Pengelolaan Dalem Joyokusuman pun bakal ditempatkan di bawah Dinas Pariwisata, sebagai OPD yang membidangi destinasi dan potensi wisata. Saat ini bangunan itu masih dikelola DPUPR, sejalan dengan pelaksanaan revitalisasi bertahap yang diprogramkan Pemkot. BLUD baru itu nantinya mengelola Taman Balekambang, yang saat ini masih dikelola UPT Kawasan Wisata Dinas Pariwisata.
“Yang jelas meski dikelola BLUD, sifatnya tidak profit oriented. Pemanfaatan untuk publik harus lebih besar, karena BLUD itu tetap di bawah Pemkot. Beda kalau pengelolaan Dalem Joyokusuman diserahkan kepada swasta,” tandas Rudy.
Sekretaris Daerah (Sekda) Ahyani menambahkan, dalam tahap awal operasional BLUD Pemkot juga lebih leluasa mengalokasikan dana tambahan bagi keperluan pemeliharaan Dalem Joyokusuman. “Tidak saklek seperti UPT yang alokasi dananya harus menyesuaikan tahun anggaran. BLUD ini lebih fleksibel,” jelas dia.
Menurut Sekda, pengelolaan Taman Balekambang merupakan salah satu contoh pengelolaan ruang publik yang ingin dikembangkan Pemkot di Dalem Joyokusuman. “Di Balekambang Pemkot hanya memfasilitasi kegiatan para pegiat kesenian. Pelakunya siapa? Ya pengelola sanggar-sanggar kesenian itu sendiri,” terang Ahyani.
Pemkot menargetkan, pengelolaan Dalem Joyokusuman dan Taman Balekambang di bawah BLUD baru itu bisa dimulai tahun depan. Hingga akhir tahun ini, Pemkot akan menyelesaikan kajian pembentukan institusi tersebut. “Targetnya 2020 kami running (operasionalkan),” Sekda. (**)