Kelurahan Mangkubumen menabuh genderang perang melawan lintah darah alias rentenir dengan sebuah program yang dinamai Mangku Lawren, akronim Mangkubumen Lawan Rentenir. Program yang diinisiasi Pemerintah Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari ini pun menjadi andalan untuk berlaga dalam kompetisi dalam Evaluasi Perkembangan Desa dan Kelurahan (Epdeskel) tingkat Provinsi Jawa Tengah.
Menurut Lurah Mangkubumen Beni Supartono Putra, meski diinisiasi kelurahan, program tersebut sesungguhnya merupakan program yang muncul dari bawah alias inistiatif masyarakat sendiri. Bermula dari keprihatinan terhadap adanya warga yang terjerat rentenir dengan kedok bank plecit, sejumlah warga yang memiliki kemampuan finansial lebih berinisiatif untuk mengumpulkan donasi. “Ada juga bantuan dari Baznas yang kemudian diberikan kepada warga yang terjerat rentenir,” jelasnya.
Program tersebut sudah berlangsung sekitar satu tahun terakhir ini dan telah menyelamatkan sekitar 20 warganya. Mangku Lawren diakui bukan program pembentukan lembaga keuangan melainkan lebih pada kegiatan sosial kemasyarakatan. “Bantuan yang diberikan tidak gratis karena setiap orang yang hutang ke rentenir itu ditebus memiliki kewajiban untuk mengisi semacam kotak infaq yang secara periodik diambil untuk digunakan membebaskan warga lain yang juga mengalami nasib serupa, terjerat rentenir,” kata Beni.
Diakui tidak ada ketentuan berapa jumlah yang harus disetor kembali warga yang sudah dibebaskan dari jeratan rentenir tersebut. Mangku Lawren mengusung filosofi masyarakat Jawa dalam bermasyarakat, ra ketang klungsu melu udu yang artinya meski hanya sebiji isi buah asam tetapi tetap ikut andil. “Dengan demikian ada tanggung jawab. Yang sudah dibantu ganti membantu yang lain. Dan yang pasti, mereka yang sudah dibantu ditebus hutangnya tidak boleh lagi berhubungan dengan rentenir apapun alasannya,” tandasnya.
Menurut Lurah Beni, meski sudah berjalan satu tahun dan mengentaskan 20an warganya namun hingga kini ditengarai masih ada warganya yang berada dalam jeretan lintah darah. Kesulitan utama yang dihadapi adalah keengganan warga yang berhutang ke bank plecit untuk berterus terang. Beni mengaku pernah mendapatkan laporan ada warganya yang berhungan kepada lima rentenir. “Pelaku rentenir dari luar, mereka aktif mendatangi warga kami menawari pinjaman yang sangat mudah sekali. Jika sekali saja menerima tawaran, dia bakal terjerat karena harus gali lubang tutup lubang,” jelas Beni.
Pelaku usaha mikro merupakan kelompok yang paling rentan menjadi sasaran lintah darat tersebut. Oleh karena itu, program Mangku Lawren berjalan seiring dengan dengan program pemberdayaan pelaku usaha kecil yang dijalankan Kelurahan Mangkubumen, yakni Mpok Sinah Klamben akronim dari Kelompok Seni dan Usaha Menengah Kelurahan Mangkubumen. “Anggota Mpok Sinah Klamben ini macam-macam mulai dari pelaku usaha katering, makanan, musik, dan pakaian, mereka setiap pekan menggelar bazar di di Pendapa Mangkubumen,” jelas dia.
Pemerintah Kelurahan Mangkubumen memfasilitas Mpok Sinah Klamben dengan cara mempromosikan kegiatan mereka. Selain itu juga, fasilitas Pendhapa Mangkubumen yang diberi nama Sasana Krida Warga itu ditawarkan ke berbagai pihak untuk digunakan berkegiatan secara gratis. “Siapapun dapat memanfaatkan Pendhapa Sasana Krida Warga untuk kegiatan apa saja baik pribadi hajatan atau arisan dan sebagainya secara gratis. Tidak harus warga Mangkubumen, dari luar juga boleh dan tidak membayar. Hanya cukup untuk fasilitas pendukung seperti makan minum harus memesan ke anggota Mpok Sinah Klamben. Demikian juga dengan perlengkapan lain,” kata Lurah Beni lagi.
Berbekal dua program andalannya tersebut, Kelurahan Mangkubumen berhasil dinobatkan sebagai kelurahan terbaik se-Jawa Tengah dalam program Evaluasi Perkembangan Desa dan Kelurahan, Tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2019. (***)