Sejak pertengahan 2016, Pemkot Surakarta sudah memulai pembenahan drainase di sepanjang Jalan Slamet Riyadi yang terletak di bawah citywalk. Normalisasi saluran itu bertujuan meminimalkan potensi genangan, yang kerap terjadi di ruas jalan utama Kota Solo tersebut.
Bermula dari kawasan di depan Loji Gandrung, normalisasi dilakukan dengan penyesuaian dimensi saluran sebelum dilanjutkan penataan ulang jalur pedestrian di atasnya. Hasilnya mulai nampak, seiring cepat surutnya genangan manakala hujan lebat di beberapa titik. Seperti Loji Gandrung maupun seputaran Plasa Sriwedari.
Itu manfaat kasat mata pertama. Yang kedua adalah kian lapangnya citywalk, sehingga para pejalan kaki bisa lebih leluasa memanfaatkan fasilitas publik tersebut.
Jika ada hal yang patut disayangkan, tentu adalah pelaksanaan proyek normalisasi yang dilakukan bertahap. Akibatnya sejak 2016, pembongkaran citywalk menjadi pemandangan rutin setiap tahun.
Namun hal ini wajar, mengingat keterbatasan anggaran daerah. Pun halnya dengan tahun ini, di mana normalisasi drainase citywalk kembali dikerjakan Pemkot di sekitar daerah Kauman.
“Pekerjaan (normalisasi drainase) tahun ini memang melanjutkan pekerjaan tahun kemarin. Lokasinya ada dua, yakni citywalk di Kauman sampai perempatan Jalan Gatot Subroto serta Kauman ke timur sampai Grha Solo Raya di Gladag,” beber Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air dan Drainase Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Sihono.
Menurutnya, pemeliharaan drainase itu mampu meminimalkan potensi genangan di sejumlah titik sekitar lokasi proyek. Seperti kawasan Kauman, sisi selatan Jalan Slamet Riyadi, Jalan Yos Sudarso dan Jalan Gatot Subroto.
“Selama ini akibat perkembangan dan perubahan tata guna lahan, kapasitas air di saluran bawah citywalk sudah tidak ideal lagi. Makanya kapasitas saluran di bawah citywalkharus ditingkatkan.”
Dalam pelaksanaannya, ukuran drainase yang semula berdiameter 1,8 meter dan berkedalaman 1,2 meter akan diubah menjadi sepanjang 1,5 meter dan kedalaman 1,5 meter.
“Diameter memang dikurangi, untuk menyesuaikan bentuk baru drainase. Sebelumnya saluran berbentuk kotak, sehingga sedimentasi menyebar di seluruh sisi dan relatif sulit dibersihkan. Tapi kini kami menggunakan saluran mirip huruf V tapi lebih dalam, sehingga sedimentasi bisa terkonsentrasi di bagian tengah,” beber Sihono.
Sekretaris DPUPR Arif Nurhadi menambahkan, guna mendukung normalisasi drainase tersebut Pemkot juga meletakkan inlet setiap 20 meter agar air di permukaan jalan bisa leluasa ditampung di saluran. Selain itu, sejak proyek dimulai sedikitnya sudah dibangun 50 sumur resapan di sepanjang Jalan Slamet Riyadi.
“Secara umum normalisasi saluran citywalk pada tahun ini terbagi dalam tiga segmen. Pengerjaannya sejak awal memang dimulai di bagian hilir, baru kemudian dilanjutkan di bagian hulu yakni seputar Stasiun Purwosari,” paparnya.
Jika rencana pembenahan bertahap itu berlangsung mulus, maka tahun depan normalisasi drainase serta penataan ulang citywalk tinggal menyisakan penggal persimpangan Gendengan hingga Purwosari.
Soal penataan ulang lanskap citywalk, Wali Kota FX Hadi Rudyatmo menekankan pentingnya hal tersebut. Bagi orang nomor satu di Kota Bengawan ini, tampilan lama jalur pedestrian itu kurang nyaman dipandang.
“Tanaman perdu banyak menutupi pertokoan atau bangunan di sisi selatan citywalk. Kalau tanaman itu dihilangkan, tentu citywalk bisa lebih lebar dan bangunan-bangunan itu dapat terlihat dari arah seberang. Yang perlu diingat, kami sama sekali tidak menebang pohon melainkan hanya menghilangkan tanaman perdunya saja,” kata dia. (**)