Setup Menus in Admin Panel

“Hattrick” Kategori Utama, KLA Perlu Kawasan Tanpa Rokok”

Kota Layak Anak (KLA) merupakan dambaan Pemkot Surakarta sejak dulu. Usai diujicobakan pemerintah pusat pada 2006, tak kurang-kurang usaha Pemkot guna mewujudkan predikat tersebut.

Namun ternyata, semua itu tidak semudah membalik telapak tangan. Hingga 2019, Kota Surakarta baru berhasil menyabet predikat KLA kategori utama.

Uniknya, penghargaan KLA kategori utama itu diraih Pemkot selama tiga tahun berturut-turut sejak 2017. Pengukuhan “hattrick” tersebut terjadi usai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Susana Yembise, menyerahkan penghargaan KLA kategori utama kepada Wakil Wali Kota (Wawali) Achmad Purnomo di Makassar, 23 Juli.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Widdi Srihanto menyebut, predikat KLA belum berhasil diraih Kota Solo lantaran terganjal manajemen reklame rokok. Menurutnya, kawasan tanpa rokok (KTR) maupun iklan promosi dan sponsor (IPS) rokok memang menjadi salah satu indikator pencapaian KLA.

“Rancangan peraturan daerah (Raperda) KTR sampai penilaian berlangsung, belum disahkan. Meski demikian itu sudah menjadi salah satu program legislasi daerah (Prolegda). Sampai sekarang masih dalam tahap pembahasan,” terang Widdi.

Sejak gagasan penyusunan Raperda tentang KTR dan kawasan terbatas merokok (KTM) mencuat beberapa tahun lalu, DPRD Surakarta memang baru memasukkan draf Raperda tersebut dalam program kerja tahun ini. Konsultasi-konsultasi dengan pemerintah pusat terus dilakukan para legislator, utamanya kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes), agar produk hukum itu bisa sempurna.

Widdi menerangkan, Raperda tersebut bakal melandasi pencanangan KTR serta pengaturan iklan rokok di Solo. Secara bertahap, keberadaan reklame, baliho maupun media iklan luar ruang lain yang memuat konten rokok akan dihilangkan.

“Tapi sebenarnya ini bukan kegagalan, karena kami berhasil bertahan (dalam kategori utama).”

Pernyataan terakhir Widdi tersebut ada benarnya dan lebih dari sekadar apologi. Apalagi jika menilik kondisi saat ini, di mana belum satupun kota/kabupaten di Indonesia yang berhasil memenuhi 24 indikator pencapaian KLA.

Tahun ini, Surakarta bersama Kota Surabaya dan Kota Denpasar adalah peraih penghargaan KLA tertinggi, yakni kategori utama. Di bawah ketiganya, terdapat 23 kabupaten/kota peraih penghargaan KLA kategori nindya, 86 kabupaten/kota peraih predikat madya, serta 135 kabupaten/kota yang mendapatkan predikat pratama. Untuk diketahui, kategori pratama, madya, nindya, utama dan KLA merupakan jenjang penghargaan KLA yang ditetapkan pemerintah pusat.

Wali Kota FX Hadi Rudyatmo juga mengklaim, predikat KLA kategori utama untuk ketiga kalinya itu bukanlah semata-mata kegagalan Pemkot mewujudkan KLA. Apalagi KLA utama yang diraih Pemkot disertai empat penghargaan lainnya. Yakni Pembinaan Forum Anak Terbaik, Kelembagaan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Terbaik, Pelopor Ruang Bermain Ramah Anak untuk Taman Monumen 45 Banjarsari, serta Sekolah Ramah Anak Terbaik Peringkat Pra-Sekolah untuk TK Negeri Pembina Jebres. “Kalau mau mencapai KLA, kita harus mempunyai Perda KTR dulu,” tandas dia.

Bagi Pemkot, capaian KLA bukan hal mustahil mengingat sejauh ini Pemkot terus berupaya mewujudkan hak anak seluas-luasnya. Terbaru, seluruh pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan sekolah telah dideklarasikan ramah anak. Artinya, kedua tempat itu terus didorong untuk senantiasa mengakomodasi hak anak. Baik melalui penyediaan fasilitas maupun metode pengelolaannya.

“Mewujudkan KLA ini kerja bersama. Manifestasi ramah anak harus diselenggarakan oleh seluruh sektor,” tandas Widdi. (**)

Mari Berbagi Informasi Kota Surakarta :
28/07/2019
© 2016-2021 PPID Kota Surakarta