Pohon peneduh memang berperan penting bagi Kota Solo. Lebih dari sekadar penghalau hawa panas dan penyuplai oksigen bagi lingkungan di sekitarnya, pohon peneduh juga berfungsi sebagai penunjang pemenuhan ruang terbuka hijau (RTH) maupun pengendali ketersediaan cadangan air tanah.
Sejumlah produk hukum pun menjadi penguat kesimpulan tersebut. Sebutlah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 29 Tahun 1981 tentang Kebersihan dan Keindahan Kota, maupun yang terbaru Perda Nomor 10 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua perda itu menegaskan bahwa penebangan pohon peneduh di tepi jalan utama hanya bisa dilakukan atas izin Wali Kota selaku kepala daerah.
Namun bak dua sisi mata uang, keberadaan pohon turus jalan di Kota Bengawan juga menimbulkan potensi berbahaya. Masalah yang paling sering dijumpai adalah tumbangnya pohon maupun patahnya dahan akibat beberapa faktor. Baik alam maupun human error.
“Kami memang tidak menutup kemungkinan adanya pohon yang kondisinya mengalami penurunan karena usia. Tapi dalam beberapa kasus, ada perlakuan-perlakuan dari sebagian oknum warga yang memicu pelemahan pohon tersebut,” ungkap Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Luluk Nurhayati.
Perlakuan-perlakuan yang dimaksud Luluk diantaranya adalah pembakaran sampah di dekat pohon, yang secara perlahan mematikan batang pohon tersebut. “Atau oknum pedagang yang membuang sisa makanan ke bawah pohon, Juga pemilik bengkel yang menyiramkan oli bekas ke batang pohon.”
Tanpa bermaksud menuduh siapapun, Luluk lantas mengilustrasikan perbedaan pohon yang mati secara alamiah dibanding pohon yang mati lantaran dipicu faktor eksternal di atas. “Kalau matinya alami, tentu gejalanya bisa dideteksi secara bertahap. Baik batangnya growong, daunnya mengering dan sebagainya. Tapi ada beberapa pohon yang secara tiba-tiba daunnya rontok padahal belum lama sebelumnya diketahui sehat oleh petugas kami. Jika sudah demikian, berarti ada faktor lain yang menyebabkan pohon itu mati,” urai dia.
Menyikapi hal tersebut, Pemkot lantas memutuskan untuk mengintensifkan pengawasan dan pemeliharaan terhadap kondisi pohon-pohon turus jalan. Namun keterbatasan personel lapangan menjadikan Pemkot memutar otak, agar kegiatan itu bisa berjalan seoptimal mungkin.
Pemasangan penanda khusus terhadap pohon-pohon peneduh pun dilakukan Pemkot, agar kondisi pohon itu bisa dipantau secara berkala. Luluk menyebut penanda khusus itu sebagai KTP pohon.
“Sebenarnya KTP pohon ini sudah dimulai sejak 2017. Tapi mulai tahun ini, kami menambahkan keterangan berupa usia dan kondisi terakhir pohon tersebut.”
Tidak sebatas itu, sebuah barcode juga disematkan dalam KTP pohon sehingga petugas kian mudah mengetahui kesehatan pohon yang dipantaunya. “Tinggal di-scan melalui handphone lalu keluar informasi seperti nama, usia dan ketinggian pohon tersebut,” kata dia.
Dampak buruk akibat pohon tumbang pun diantisipasi sejak dini, melalui pemberian warna khusus dalam KTP pohon tersebut. Bahkan pengguna jalan juga bisa melihat tanda yang berada di sudut bawah sebelah kiri.
“Ada tiga warna, yakni merah, kuning dan hijau. Merah berarti sangat rawan tumbang, kuning berarti perlu perhatian karena rawan sedang atau ringan, serta hijau berarti sehat,” terang Luluk.
Warna-warna itu, imbuhnya, juga memudahkan petugas melakukan pemeliharaan pohon peneduh. Apalagi penanganan pohon yang kurang sehat tidak selalu berakhir dengan penebangan.
“Warna kuning sebenarnya sudah menjadi perhatian kami, apalagi merah. Tapi berdasarkan kondisi pohon, masih ada cara lain selain menebang. Misalnya perempelan atau pengurangan dahan dan ranting. Tapi kalau memang sudah tidak bisa lagi diatasi dengan cara itu, ya terpaksa ditebang,” tegas Luluk.
Selain untuk menghindarkan aksi asal tebang, metode pemeliharaan semacam ini juga menjadi bentuk lain dari perencanaan penanganan pohon turus jalan. “Sebelum menebang satu pohon, biasanya kami menanam dulu pohon pengganti di sebelahnya. Jika pohon pengganti itu sudah besar, baru pohon yang rawan tumbang itu ditebang. Sebab jika langsung ditebang tanpa disiapkan pohon pengganti, bisa-bisa selama beberapa lama di titik itu tidak ada pohon peneduhnya,” papar dia.
Saat ini, KTP pohon sudah dipasang di sebagian pohon peneduh di Jalan Adisucipto. Luluk menyatakan bahwa program ini akan diperluas ke ruas jalan utama lainnya, mengingat KTP pohon diharapkan bisa menjadi bagian dari perencanaan penataan kawasan.
“Jadi saat ada pengembangan sebuah kawasan, keberadaan pohon peneduh bisa mudah dilacak melalui KTP-nya. Tinggal ditentukan tindak lanjutnya seperti apa,” jelas dia.
Wali Kota FX Hadi Rudyatmo pun menegaskan keseriusan Pemkot mempertahankan jumlah pohon peneduh di Kota Solo. Ia menyebut, penebangan pohon di sebuah kawasan menjadi alternatif terakhir dalam program penataan yang digulirkan Pemkot.
Penataan citywalk maupun pembangunan lokasi parkir di jalur hijau Jalan Slamet Riyadi pun, disebutnya tetap mempertahankan pohon turus jalan. Sebab hanya median jalan dan tanaman perdu yang dihilangkan.
“Kalaupun terpaksa ditebang, kami tindaklanjuti dengan penanaman pohon pengganti di lokasi lain. Satu pohon yang ditebang harus diganti minimal 10 pohon baru. Itu sudah ada aturannya, jadi tidak bisa sembarangan,” tandas Wali Kota. (**)